ANALISIS PINJAMAN DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF
SUMBER DANA PEMBANGUNAN PROGRAM TAHUN JAMAK PROVINSI BENGKULU TAHUN 2007-2009
ANALYSIS OF LOCAL GOVERNMENT LOAN AS FUNDING ALTERNATIVE OF THE MULTIYEAR DEVELOPMENT PROGRAM
OF BENGKULU PROVINCE
PERIOD 2007 -2009
By :
Pirman Romzi, Handoko Hadiyanto, Sunoto
ABSTRACT
The research conducted to view kind and data source, operational definition methods of analysis with some of the analysis tools and Financing local and regional contribution Regional income in general revenue budget and expenditure direct contribution and not directly in the regional cost, maximum debt limited and financial ability to do debt. Retrieved results that In the year 2008 Local Government budget decision-making in order to further accelerate the development of more infrastructure, the funding and the work in 2008 merged with 2009. Thus, the deficit occurred, to cover the budget deficit of public infrastructure facilities and infrastructure is done with the medium-term debt of Rp. 250,000,000,000, -; Impact of bias policy, namely: Regional charged with the interest payments and bank provision of Rp. 27,515,520,000, - while the interest and provision can be used for the development of the economic social and cultural other. With the use of funds without loans APBD Bengkulu Province in years 2008 and 2009 there is a surplus Rp. 63,741,343,649, - which can be used for the development of economic, social, education and rehabilitation of damaged infrastructure network.
Keyword : Local Government Loan, The Multiyear Development
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan desentralisasi bukan hanya sebagai tuntutan formil yuridis, namun juga merupakan kebutuhan riil Indonesia sebagai Negara berkembang yang berhadapan dengan jaman yang serba efisien. Desentralisasi bukan lagi hanya sebagai trend, tetapi sudah menjadi kebutuhan. Desentralisasi fiskal di beberapa Negara dilatarbelakangi alasan yang beragam, namun yang dominan adalah faktor non-ekonomi seperti politik, sosial dan budaya, serta keinginan daerah untuk mendapatkan wewenang yang lebih luas. Hal tersebut membawa konsekuensi dimana penerapan desentralisasi fiskal merupakan pekerjaan yang kompleks.
Dengan diterbitkanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, membawa konsekuensi yaitu Pemerintah Daerah dituntut lebih mandiri dalam pengelolaan keuangannya. Pemerintah Daerah harus mampu menggali sumber-sumber pendanaan sesuai potensi daerah yang ada, demi tercapainya penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Keuangan daerah merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui kemampuan riil daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri, yaitu seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangannya guna membiayai kebutuhannya tanpa menggantungkan kepada bantuan atau subsidi dari Pemerintah Pusat.
Sejalan dengan hal tersebut, sumber pendanaan lain yang mulai dilirik oleh pemerintah Daerah adalah pinjaman daerah. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, membuka peluang kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman. Sebagian pihak menganggap Pemerintah Daerah layak melakukan pinjaman karena telah memiliki sumberdaya alam dan manusia yang memadai. Dengan menggunakan Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2009 1
ISSN 1979-7338
dana pinjaman, Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan kegiatan pembangunan di atas kapasitas pendapatan yang dimiliki untuk mempercepat tercapainya pembangunan daerah.
Masalah utama yang harus diperhatikan dalam penggunaan dana pinjaman adalah besarnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengembalikan pinjaman, sehingga tidak menjadi beban bagi keuangan daerah di masa-masa berikutnya. Oleh karena itu perlu adanya analisis untuk mengukur kemampuan keuangan dalam melakukan pinjaman dan menetapkan jumlah pinjaman yang dapat dilakukan serta melihat bagaimana perubahan komposisi penerimaan dan belanja daerah dengan adanya pinjaman daerah.
Berdasarkan kondisi diatas, maka perlu dilakukan suatu Analisis Pinjaman Daerah Sebagai Alterntif Sumber Dana Pembangunan Program Tahun Jamak Provinsi Bengkulu Tahun 2007 - 2009
1.2. Rumusan Masalah
1. Berapakah batas pinjaman maksimum yang layak menjadi beban APBD Provinsi Bengkulu;
2. Bagaimana mengukur kemampuan keuangan daerah Provinsi Bengkulu untuk mengalokasikan angsuran pokok hutang dan bunga serta pengeluaran lain-lain.
3. Bagaimana arah dan strategi perencanaan pinjaman daerah.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menghitung batas maksimum pinjaman yang bisa dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu;
2. Mengukur kemampuan keuangan daerah Provinsi Bengkulu untuk mengalokasikan angsuran pokok hutang dan bunga.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Struktur APBD sebagaimana tertuang dalam pasal 22 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yaitu; ayat (1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan; ayat (2) struktur APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggungjawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penerimaan pinjaman daerah sebagaiman tertuang dalam pasal 67 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 berbunyi penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan.
2.1.2 Kebijakan Pinjaman Daerah.
Pengertian dari pinjaman daerah sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat (9) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Pinjaman Daerah.
Prinsip umum Pinjaman Daerah sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Pinjaman Daerah, pasal 2, ayat (1) Pinjaman Daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan APBD dan/atau untuk menutup kekurangan kas; ayat (2) Pinjaman Daerah digunakan untuk membiayai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pada prinsipnya, pinjaman daerah terjadi karena APBD mengalami defisit.
Dalam teori pengelolaan keuangan, kita mengetahui bahwa ketika suatu institusi mengalami defisit bukan berarti organisasi tersebut kekurangan uang, tetapi defisit dapat direncanakan dalam rangka investasi untuk dapat mengambil keuntungan dengan melakukan pinjaman dengan prinsip memanfaatkan uang ”sekarang” yang memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan uang ”masa datang”.
2.1.3 Analisis pinjaman daerah
Dalam melakukan pinjaman, hal penting yang harus dipertimbangkan adalah tujuan Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2009 2
ISSN 1979-7338
dari penggunaan dana pinjaman tersebut, karena berkaitan dengan kemampuan membayar bunga dan pokok pinjaman di masa yang akan datang. Menurut Davey (1983: 100), Pemerintah Daerah melakukan pinjaman dengan tujuan-tujuan sebagai berikut: Untuk menutup defisit aliran kas dalam jangka pendek; Untuk membiayai defisit pada anggaran tahunan guna menutup pengeluaran operasional dan pembayaran utang; Untuk pembelian gedung (asset) dan peralatan dengan umur ekonomis jangka menengah; Untuk membiayai kegiatan investasi yang diharapkan menghasilkan pendapatan; Untuk mendanai pengembangan modal jangka panjang.
Sementara itu ada dua sebab utama menurut Devas dkk. (1989: 222) mengapa wewenang Pemerintah Daerah untuk meminjam perlu dibatasi. Pertama, pinjaman sektor pemerintah secara keseluruhan perlu dikendalikan dalam hubungan dengan kebijaksanaan moneter, terutama untuk mengendalikan inflasi. Kedua, untuk mencegah jangan sampai Pemerintah Daerah terjerumus ke dalam kesulitan keuangan. Jelas, ada batas sampai sejauh mana Pemerintah daerah sanggup membayar kembali hutangnya, sehingga bila pinjaman tidak terkendali, mau tidak mau Pemerintah Daerah bersangkutan akan berhadapan dengan berbagai kesulitan. Ketiga, meski tidak begitu penting, Pemerintah Pusat ingin tetap mengendalikan pola pengeluaran penanaman modal Pemerintah Daerah.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif, yaitu suatu jenis penelitian yang dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1989). Dimana peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data-data sekunder yang berkaitan dengan variabel-variabel yang ingin diamati. Data-data yang diamati adalah penerimaan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah sebagaimana tertuang dalam neraca APBD Perubahan dari tahun 2003 sampai dengan tahun APBD tahun 2009, komponen-komponen kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan pola tahun jamak . Data-data sekunder tersebut diperoleh dari Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu, Bappeda Provinsi Bengkulu, serta melalui studi literatur dan peraturan perundangan pendukung.
3.3. Alat Analisis
Besarnya pinjaman maksimum yang boleh dilakukan dihitung dengan formula Batas Maksimum Pinjaman (Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2005) sebagai berikut :
Jumlah Kumulatif Pokok Pinjaman Daerah
BMP = (Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah /Penerimaan Umum APBD t-1) x 100 ≤ 75 %
Keterangan :
BMP = Batas Maksimum Pinjaman
APBD t-1 = APBD satu tahun sebelumnya (2007).
Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar adalah jumlah pokok pinjaman lama yang belum dibayar (termasuk akumulasi bunga yang sudah dikapitalisasi), ditambah dengan jumlah pokok pinjaman yang akan diterima dalam tahun tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan Penerimaan Umum APBD adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu, atau:
PU = PD – ( DAK + DD + DP + PL )
Keterangan :
PU = penerimaan umum APBD
PD = jumlah penerimaan daerah
DAK = dana alokasi khusus
DD = dana darurat
DP = dana pinjaman
PL = penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu
Pinjaman daerah maksimum adalah 75% dari Penerimaan Umum APBD tahun sebelumnya.
Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2009 3
ISSN 1979-7338
Untuk mengukur kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman alat analisis yang digunakan adalah Debt Service Coverage Ratio
DSCR dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :
( PAD + BD + DAU ) - BW
DSCR= ____________________ 2,5
P + B + BL
Keterangan :
DSCR = Debt Service Coverage Ratio
(ambang batas pelunasan
pinjaman).
PAD = Pendapatan asli daerah
BD = Bagian Daerah dari Pajak
Bumi dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, dan
penerimaan sumberdaya
alam , serta bagian Daerah
lainnya seperti dari Pajak
Penghasilan perseorangan.
DAU = Dana Alokasi Umum.
BW = Belanja Wajib
P = Angsuran pokok pinjaman
yang jatuh tempo.
B = Bunga pinjamn jatuh tempo.
BL = Biaya lainnya
Apabila DSCR ≥ 2,5 maka daerah boleh melakukan pinjaman.
Apabila DSCR ≤ 2,5 maka daerah tidak boleh melakukan pinjaman.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Diskripsi Data
Gambaran keuangan daerah Provinsi Bengkulu tahun 2007 dapat dilihat dari struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Secara umum APBD yang dikelola Pemerintah Provinsi Bengkulu pada tahun anggaran 2007 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada sisi pendapatan daerah secara keseluruhan pada tahun 2007, pendapatan melalui pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 200.399.247.070 (meningkat 15,87%) jika dibanding tahun 2006, sedangkan melalui sumber dana perimbangan pada tahun 2007 sebesar Rp 466.678.165.596,- (meningkat 16%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kontribusi terbesar penerimaan APBD Provinsi Bengkulu masih sangat tergantung dari pemerintah pusat melalui pos-pos dana perimbangan. Ini berarti ketergantungan Pemerintah Daerah Bengkulu terhadap dana perimbangan masih sangat tinggi. Jadi terlihat jelas bahwa bantuan/subsidi dari pemerintah pusat mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang kegiatan pembangunan di Provinsi Bengkulu.
Berbagai upaya terus dilakukan dalam rangka peningkatan PAD Provinsi Bengkulu. Pada tahun 2008 diperkirakan mengalami peningkatan mencapai Rp 245.640.123.000 (anggaran sebelum perubahan) dan diperkirakan meningkat menjadi Rp 321.547.806.000 (anggaran setelah perubahan). Peningkatan PAD ternyata belum mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat karena baru memberikan kontribusi sebesar 30% dari total APBD pada tahun 2007. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PAD Provinsi Bengkulu tahun 2008 diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 31% terhadap APBD tahun 2008 atau meningkat sebesar 1% (anggaran sebelum perubahan), namun pada anggaran setelah perubahan mengalami penurunan menjadi 26%. Peningkatan juga terjadi pada sisi belanja APBD. Jika pada tahun 2007 anggaran belanja APBD Provinsi Bengkulu adalah sebesar Rp 708.772.095.859,- maka pada tahun 2008 belanja APBD Provinsi Bengkulu tersebut diperkirakan menjadi Rp 1.530.515.652.283,- Artinya terjadi peningkatan belanja APBD Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 821.743.556.424,- atau tumbuh sebesar 115,93%.
4.2. Pembahasan
Dengan menggunakan metode analisis komponen pertumbuhan dan kontribusi dapat dilihat perkembangan pertumbuhan dan kontribusi dari variabel pendapatan, perimbangan dan pembiayaan daerah setiap tahunnya rata-rata mengalami peningkatan. Kontribusi terbesar dalam komponen pendapatan pada neraca APBD Provinsi Bengkulu masih didominasi dari dana perimbangan, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat, dan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah mampu menyumbang kurang dari seperempat dalam APBD Provinsi Bengkulu.
Pertumbuhan komponen Pendapatan Asli Daerah dalam APBD setiap tahun mengalami peningkatan, dan peningkatan Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2009 4
ISSN 1979-7338
yang terbesar pada tahun 2005 sebesar 82,2%. Dari segi dana perimbangan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2006 sebesar 60,61%, hal ini disebabkan adanya perubahan variabel perhitungan formula DAU. Pada tahun 2008 dan 2009 Provinsi Bengkulu mendapat alokasi dana khusus (DAK). Pada variabel pembiayaan daerah menunjukkan tren yang meningkat hal ini disebabkan besar Sisa Lebih Pelaksanaan Anggaran (SILPA), yang merupakan penghematan. Kontribusi dan pertumbuhan pembiayaan daerah yang terbesar pada tahun 2008, yaitu kontribusi sebesar 28,60% dan pertumbuhan sebesar 240,35% atau Rp. 350,350,386,718,- hal ini disebabkan masuknya dana pinjaman sebesar Rp. 250.000.000.000,- dan ditambah dengan SILPA sebesar Rp. 95.850.386.718,- serta dari penjualan aset sebesar Rp. 4.500.000.000,-. Pada Tahun 2009, kontribusi dan pertumbuhan pendapatan dan perimbangan mengalami kenaikan, sedangkan pembiayaan daerah mengalami sedikit menurun dibandingkan dengan tahun 2008.
Hasil penelitian dan analisis dengan mengunakan metode kontribusi dapat dilihat bahwa kontribusi belanja aparatur daerah yang tertinggi pada tahun 2003 sebesar 80,81% sedangkan belanja publik hanya 19,19%; kondisi seperti ini terus berlanjut hingga tahun 2005 walaupun tingkat kontribusinya menurun. Tahun anggaran 2007 – 2009 pelaksanaan APBD Provinsi Bengkulu telah mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dengan komponen belanja adalah belanja tidak langsung identik dengan belanja apartur daerah sedangkan belanja langsung untuk melaksanakan urusan wajib dan urusan pilahan pemerintah daerah dalam hal ini juga identik dengan belanja publik.
Pada tahun anggaran 2007 kontribusi belanja tidak langsung 39,43% dari total belanja daerah, ini menunjukkan pola pelaksanaan APBD sudah mengarahkan kebelanja langsung yang identik dengan belanja pembangunan dan modal. Tahun 2008 kontribusi belanja tidak langsung 23,62% dengan pertumbuhan sebesar 20,44% dan kontribusi belanja langsung cukup tinggi sebesar 76,38% atau sebesar Rp. 1.169.320.066.666,- dan pertumbuhan menunjukan angka yang cukup pantastis sebesar 153,47%, hal ini disebabkan penggabungan belanja tahun jamak dan masuk dana pinjaman sebesar Rp. 250.000.000.000,-
Dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana pelayanan publik, maka percepatan pembangunan di Provinsi diperlukan alokasi dana yang relatif besar, maka dirumuskan suatu kebijakan bersama antara eksekutif dan legislatif yang dituangkan kedalam kesepakatan politik berupa Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2006 tentang Peningkatan Dana Anggaran Pembangunan Infrastruktur dan Sarana Prasarana Publik Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Tahun Jamak Untuk Masa 3 (Tiga) Tahun Anggaran. Sebagaimana tertuang dalam pasal 2, yaitu Pengikatan dana untuk masa 3 (tiga) tahun anggaran ini dimaksudkan untuk memenuhi dana Pembangunan diprogramkan melalui pola tahun jamak (multy years contract) dengan pagu dana sebesar Rp. 538.700.000.000
Setelah diteliti dan dianalisis cikal bakal pinjaman daerah, adalah Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 2 tahun 2007, namun belum mengkaji secara ekonomis dan teknis serta study kelayakannya. Pada tahun anggaran 2008 Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu mengambil keputusan dalam rangka lebih mempercepat lagi pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana publik, maka pendanaan dan pekerjaan tahun 2009 digabung dengan 2008, sehingga terjadi defisit anggaran.
4.2.1. Prosedur Pengajuan Pinjaman Daerah
Dalam proses pengajuan pinjaman daerah, Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu telah menyusun Proposal dalam bentuk Kerangka Acuan Kegaiatan (KAK) Pinjaman Daerah Provinsi Bengkulu sebagaimana pada pasal 19 ayat (1), Kerangka Acuan Kegiatan dilampirkan juga analisa dan tinjauan aspek ekonomi serta kelayakan kegiatan yang akan diusulkan untuk didanai melalui pinjaman daerah.
Rancangan ruang lingkup pinjaman daerah Provinsi Bengkulu dimulai tahun 2008 akan dioptimalkan untuk pembangunan pelayanan publik, diantaranya; 1) percepatan pembangunan infrastruktur; 2) pembangunan sarana dan prasarana publik; 3) peningkatan kualitas Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2009 5
ISSN 1979-7338
sumberdaya manusia; 4) pembangunan sarana dan prasarana kesehatan.
Dari hasil penghitungan menggunakan variabel batas maksimum pinjaman APBD Provinsi Bengkulu sesaui dengan ketentuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005, pinjaman daerah Provinsi Bengkulu diperbolehkan meminjam sampai dengan 75% dari Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, yaitu tahun 2006. Mengacu dari ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2005 tersebut, Provinsi Bengkulu dapat melakukan pinajaman dengan batas maksimum pinjaman sebesar Rp.432.935.645.481,75. Berdasarkan analisis data dari perhitungan yang dilakukan, pada tahun 2007, maka Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu dapat melakukan pinjaman pada tahun 2008 sebesar Rp. 432.935.645.481,75.
4.2.2. Proyeksi Kemampuan Keuangan Daerah Provinsi Bengkulu Dalam Melakukan Pinjaman.
Rasio proyeksi penghitungan kemampuan keuangan daerah atau Debt Service Coverage Ratio dilakukan dengan menggunakan variabel proyeksi penerimaan APBD berupa dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditambah Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BD) ditambah Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi variabel pengeluaran APBD berupa Belanja Wajib (BW) yang merupakan belanja gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil dibagi dengan variabel pokok pinjman (P) ditambah bunga pinjaman (B) ditambah dengan biaya lain-lain (L) berupa jasa provisi bank dan lain-lain sehingga hasil tersebut harus sama dengan atau lebih dari 2,5.
Setelah dikaji melalui penelitian dari data sekunder, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu nomor 02 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Peningkatan Dana Anggaran Pembangunan Infrastruktur dan Sarana Prasarana Publik Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Tahun Jamak Untuk Masa 3 (Tiga) Tahun Anggaran, pasal 4 yang menyatakan defisit anggaran sebesar Rp. 373.700.000.000,- akan ditutupi melalui pinjaman daerah.
Dari perhitungan tersebut maka untuk pinjaman sebesar Rp. 373.700.000.000,- sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Daerah Nomor 02 tahun 2007 dan Surat Persetujuan Kredit Sindikasi Bank Daerah tidak memenuhi persyaratan.
Dari hasil kajian perhitungan sebagaimana (lihat lampiran 8), maka rasio proyeksi kemampuan keuangan daerah untuk melakukan pinjaman daerah dengan angka ideal sebesar Rp. 250.000.000.000,- dengan rasio 2,96 dengan uraian sebagai berikut :
1. Jumlah pinjaman sebesar Rp. 250.000.000.000,-
2. Lama waktu pinjaman 2 tahun (jangka menengah)
3. Angsuran Pokok Hutang 50% dari pinjaman Rp. 125.000.000.000,- atau anggsuran minimal 60.000.000.000,- pada tahun 2008 (tahun peminjaman), sedangkan sisanya dibebankan pada tahun anggaran 2009.
4. Bunga pinjaman 11,5% pertahun untuk jangka waktu 2 tahun sebesar Rp. 57.500.000.000,-
5. Biaya Provisi 1% dari nominal plafon kridit Rp. 2,500.000.000,-
6. Biaya Arranger Fee, 0,25% dari setiap nominal penarikan kridit dan dibayar pada saat penarikan sebesar Rp. 625.000.000,-
7. Biaya Agent Fee, 0,25% setiap nominal penarikan kredit dan dibayar pada saat penarikan sebesar Rp. 625.000.000,-
8. Biaya Partisipant Fee, 0,25% setiap nominal penarikan kredit dan dibayar pada saat penarikan sebesar Rp. 625.000.000,-
9. Biaya lain-lain yang timbul, misalnya biaya jasa Notaris menjadi beban debitur.
Dari asumsi perhitungan tersebut diatas dengan rencana pinjaman sebesar Rp. 250.000.000.000,- ,
4.2.3. Arah dan Strategi Perencanaan Pinjaman Daerah
Dalam memilih sumber dan jenis pinjaman, daerah harus mempertimbangkan kondisi atau karakteristik jenis pinjaman. Pinjaman diarahkan pada pinjaman jangka panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan,
Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2009 6
ISSN 1979-7338
yaitu proyek prasarana dan atau sarana yang menghasilkan pendapatan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan atau sarana tersebut.
Dalam merencanakan pinjaman daerah arah dan strateginya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat proyek investasi menghasilkan penerimaan sehingga untuk membayar pokok hutang dan bunga tidak membebankan APBD serta mampu menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah.
Dalam pelaksanaannya, besaran Pinjaman Daerah perlu disesuaikan dengan kemampuan Daerah karena dapat menimbulkan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun-tahun berikutnya, sehingga perlu didukung dengan ketrampilan perangkat Daerah dalam mengelola Pinjaman Daerah. Untuk meningkatkan kemampuan obyektif dan disiplin Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengembalian pinjaman, maka diperlukan kecermatan dan kehatihatian dalam pengelolaan Pinjaman Daerah.
Dalam mengambil keputusan untuk melakukan pinjaman, Pemerintah Daerah hendaknya mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerahnya. Perlu dilakukan kajian mendalam tentang penggunaan dana pinjaman yang akan diperoleh dan besarnya kebutuhan riil kegiatan dimaksud sebelum memutuskan melakukan pinjaman. Selanjutnya kebutuhan tersebut diselaraskan dengan kemampuan keuangan yang ada. Pemilihan pinjaman sebagai alternatif pendanaan pembangunan harus diikuti dengan pemahaman tentang konsep ekuitas antargenerasi dimana setiap kebijakan dan kegiatan yang dilakukan generasi saat ini memberi dampak kepada generasi berikutnya.
Pada masa mendatang, hendaknya Pemerintah Pusat memposisikan diri hanya sebagai fasilitator dan secara bijaksana mendengar keinginan daerah. Disamping itu, untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan pinjaman daerah, Pemerintah Pusat dapat berpera sebagai mediator khususnya untuk mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan pengusul dalam hal ini Pemerintah Daerah. Hal tersebut mengingat Pemerintah Pusat lebih mengetahui prioritas yang ditawarkan pihak donor/peminjam. Dilain pihak Pemerintah Daerah hendaknya jangan bersikap pasif yang menunggu petunjuk dari Pemerintah Pusat tetapi harus lebih bersikap proaktif dalam berkomunikasi dengan pusat untuk menentukan prioritas pembiayaan proyek dalam sektor tertentu.
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil pembahasan melalui berbagai alat analisis pada penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan pendapatan dalam neraca APBD Provinsi Bengkulu dari tahun 2003-2009 yaitu; kontribusi PAD terdahap APBD rata-rata setiap tahun sebesar 25,93% sedangkan pertumbuhan rata-rata sebesar 42,09%; kontribusi dana perimbangan terdahap APBD rata-rata setiap tahun sebesar 59,27% sedangkan pertumbuhan rata-rata sebesar 18,67 % dan kontribusi pembiayaan daerah terdahap APBD rata-rata setiap tahun sebesar 14,80% sedangkan pertumbuhan rata-rata sebesar 64,15 %.
2. Dari hasil penelitian dan analisis untuk membiayai pelakasanaan kegiatan dengan pola tahun jamak (multy years contract) melalui pinjaman daerah dapat dikatakan tidak layak, walaupun secara DSCR memenuhi persyaratan dan kebijakan yang diambil juga bias, sehingga terjadi pemborosan anggaran puluhan miliar rupiah.
3. Tujuan dari pinjaman daerah adalah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dalam mendukung pelayanan publik dan pengembangan pariwisata, tetapi dalam pelaksanaannya pijaman daerah hanya memberatkan beban APBD tahun 2008 dan 2009, sehingga tujuan semula tidak tercapai, hal ini dsebabkan; pertama kurang matangnya perencanaan kegiatan-kegiatan yang mengunakan dana pinjaman, kedua pada tahap implemintasinya tidak sesuai dengan jadwal pekerjaan dan terjadi penumpukan volume kerja, ketiga mutu/kualitas hasil kerja yang rendah yang menyebabkan belum Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2009 7
ISSN 1979-7338
bermanfaat secara maksimal.
4. Arah dan strategi pinjaman daerah, haruslah melalui pengkajian, penelitian dan study kelayakan yang akurat sehingga kegiatan yang direncanakan menggunakan dana pinjaman daerah betul-betul dapat berfungsi dan memberikan sumbangan pendapatan dalam APBD serta mampu membayar pokok hutang berserta bunga.
5.2. Saran.
Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan perlu melakukan pengkajian dan analisis yang lebih rinci dan mendalam yang bersifat evaluasi dari pengkuncuran dana dan pembayaran bunga serta hasil dan manfaat dari program/kegiatan yang dilaksanakan dengan pola tahun jamak (multy years contract) yang dibiayai melalui pinjaman daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Bengkulu, 2008 ”Surat Pemeberitahuan Persetujuan Kredit Sindikasi (SPPKS) nomor 207/SPPK/D.4/2007
Bank Indonesia, 2003, Proceding Roundtable Discussion “Pinjaman Daerah Yang bersumber dari Luar Negeri, Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu, 2007, Kebijakan Umum APBD Provinsi BengkuluTahun 2008, Bengkulu.
Basuki, 2007, Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta
Devas, Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey & Roy Kelly, 1989,
Davey, Kenneth., 1983, Financing Regional Government, John Wiley & Sons Ltd., Avon.
Departemen Keuangan RI, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2008 Pelengkap Buku Pegangan 2008, Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah.
Kuncoro, Mudradjad, 2003, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi Kedua
Mankiw. Gregory. N, 2006 Principles Of Economics, Penantar Ekonomi Makro, Edisi 3 Penerbit Salemba Empat Jakarta.
Menteri Dalam Negeri, 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta
Pemerintah Provinsi Bengkulu, 2006, Peraturan Daerah Provinsi Benkulu Nomor 4 tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Bengkulu Tahun 2006, Bengkulu.
_____, 2007, Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 44 tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Bengkulu Tahun 2007, Bengkulu.
_____, 2008, Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 01 tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Bengkulu Tahun 2008, Bengkulu.
_____, 2006, Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pengikatan Dana Anggaran Pembangunan Infrastruktur Dan Sarana Prasarana Publik Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Tahun Jamak Untuk Masa 3 (Tiga) tahun anggaran.
_____, 2007, Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 02 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daereah Provinsi Bengkulu Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pengikatan Dana Anggaran Pembangunan Infrastruktur Dan Sarana Prasarana Publik Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Tahun Jamak Untuk Masa 3 (Tiga) tahun anggaran.
_____, 2007, Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pinjaman Daerah Provinsi Bengkulu, Bengkulu
Presiden Repbulik Indonesia, 2003, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003, Jakarta.
Republik Indonesia, 2004, Undang-undang Nomor 32 Tahun 200041999 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta.
_____, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta.
_____, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, Jakarta.
Ryas Rasyid, 2000, Prospek Otonomi Luas dan Otonomi atau Federalisme, Pusaka, Jakarta .
Widodo, Hg. Suseno Triyanto, 1990, Indikator Ekonomi, Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Volume 2 nomor 02 JEPP Juli-Desember 2007
link jurnal : www.4shared.com/office/o6aOHroh/Analisi_pinjaman_daerah_sebag.html?cau2=403tNull