Peranan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) Dalam Perekonomian Indonesia
perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah
besar sejak dulu. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia,
peranan UKM meningkat dengan tajam. Data dari Biro Pusat Statistik1 (BPS).
menunjukkan bahwa persentase jumlah UKM dibandingkan total perusahaan pada
tahun 2001 adalah sebesar 99,9%. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang
terserap oleh sektor ini mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. Demikian juga
sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh
ekonomi kita didukung oleh produksi dari UKM (59,3%). Data-data tersebut
menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam
menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output.
Meskipun
peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan
pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum
maksimal. Hal ini dapat dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti
definisi yang berbeda untuk antar instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan
yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga kebijakan
menjadi kurang komprehensif, kurang terarah, serta bersifat tambal-sulam.
Padahal UKM masih memiliki banyak permasalahan yang perlu mendapatkan
penanganan dari otoritas untuk mengatasi keterbatasan akses ke kredit
bank/sumber permodalan lain dan akses pasar. Selain itu kelemahan dalam
organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu dibenahi. Masih
banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM membuat kemampuan UKM berkiprah
dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Salah satu permasalahan yang
dianggap mendasar adalah adanya kecendrungan dari pemerintah dalam menjalankan
program untuk pengembangan UKM seringkali merupakan tindakan koreksi terhadap
kebijakan lain yang berdampak merugikan usaha kecil (seperti halnya yang pernah
terjadi di Jepang di mana kebijakan UKM diarahkan untuk mengkoreksi kesenjangan
antara usaha besar dan UKM), sehingga sifatnya adalah tambal-sulam.
Padahal
seperti kita ketahui bahwa diberlakunya kebijakan yang bersifat tambal-sulam
membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi dari peraturan dan
pelaksanaannya, sehingga tujuan pengembangan UKM pun kurang tercapai secara
maksimal. Oleh karena itu perlu bagi Indonesia untuk membenahi penanganan UKM
dengan serius, agar supaya dapat memanfaatkan potensinya secara maksimal. Salah
satu pembenahan utama yang diperlukan adalah dari aspek regulasinya.
Potret UKM
UKM
kurang mendapatkan perhatian di Indonesia sebelum krisis pecah pada tahun 1997.
Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia (yang telah meruntuhkan
banyak usaha besar) sebagian besar UKM tetap bertahan, dan bahkan jumlahnya
meningkat dengan pesat perhatian pada UKM menjadi lebih besar, kuatnya daya
tahan UKM juga didukung oleh struktur permodalannya yang lebih banyak
tergantung pada dana sendiri (73%), 4% bank swasta, 11% bank pemerintah, dan 3%
supplier (Azis, 2001). Demikian juga kemampuannya menyerap tenaga kerja juga
semakin meningkat dari sekitar 12 juta pada tahun 1980, tahun 1990, dan 1993
angka ini meningkat menjadi sekitar 45 juta dan 71 juta (data BPS), dan pada
tahun 2001 menjadi 74,5 juta. Jumlah UKM yang ada meningkat dengan pesat, dari
sekitar 7 ribu pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001.
Sementara
itu total volume usaha, usaha kecil dengan modal di bawah Rp. 1 miliar yang
merupakan 99,85% dari total unit usaha, mampu menyerap 88,59% dari total tenaga
kerja pada tahun yang sama. Demikian juga usaha skala menengah (0,14% dari
total usaha) dengan nilai modal antara Rp. 1 miliar sampai Rp. 50 miliar hanya
mampu menyerap 10,83% tenaga kerja. Sedangkan usaha skala besar (0,01%) dengan
modal di atas Rp. 54 miliar hanya mampu menyerap 0,56% tenaga kerja. Melihat
sumbangannya pada perekonomian yang semakin penting, UKM seharusnya mendapat
perhatian yang semakin besar dari para pengambil kebijakan. khususnya lembaga
pemerintahan yang bertanggung jawab atas perkembangan UKM.
Pengembangan
UKM diIndonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUKM). Selain Kementrian Negara KUKM,
instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi
pengembangan UKM sesuai dengan wewenang masing-masing. Di mana Depperindag
melaksanakan fungsi pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan
menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah tahun 2002-2004.
Demikian juga Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan (Menkeu) No.
316/KMK.016/1994 mewajibkan BUMN untuk menyisihkan 1-5% Iaba perusahaan bagi
pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK). Bank Indonesia sebagai otoritas
keuangan dahulu mengeluarkan peraturan mengenai kredit bank untuk UKM, meskipun
akhir-akhir ini tidak ada kebijakan khusus terhadap Perbankan mengenai
pemberian kredit ke usaha kecil lagi.
Demikian
juga kantor ataupun instansi lainnya yang terlibat dalam “bisnis” UKM juga
banyak. Meski banyak yang terlibat dalam pengembangan UKM namun tugas pengembangam
UKM yang dilimpahkan kepada instansi-instansi tersebut diwarnai banyak isu
negatif misalnya politisasi terhadap KUKM, terutama koperasi serta pemberian
dana subsidi JPS yang tidak jelas dan tidak terarah. Demikian juga kewajiban
BUMN untuk menyisihkan labanya 1 – 5% juga tidak dikelola dan dilaksanakan
dengan baik.
Kebanyakan
BUMN memilih persentase terkecil, yaitu 1 %, sementara banyak UKM yang mengaku
kesulitan mengakses dana tersebut. Selain itu kredit perbankan juga sulit untuk
diakses oleh UKM, di antaranya karena prosedur yang rumit serta banyaknya UKM
yang belum bankable. Apalagi BI tidak lagi membantu usaha kecil dalam bidang
permodalan secara lansung dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia. Selain permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya, secara
umum UKM
sendiri
menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah
nonfinansial (organisasi manajemen). Masalah yang termasuk dalam masalah
finansial di antaranya adalah (Urata, 2000):
•
Kurangnya kesesuain (terjadinya mismatch) antara dana yang tersedia yang dapat
diakses
oleh UKM
•
Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM
•
Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup
rumit
sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan
kecil
•
kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan
bank
di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai
•
bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi
•
banyak UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan
yang transparan maupun kurangnya
kemampuan manajerial dan finansial
Sedangkan
termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di antaranya
adalah
:
•
kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang
disebabkan
oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi
serta
kurangnya pendidikan dan pelatihan
•
kurangnya pengetahuan akan pemasaran, yang disebabkan oleh terbatasnya
informasi
yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena
ketetbatasan
kemampuan UKM untuk menyediakan produk/ jasa yang sesuai
dengan
keinginan pasar
•
keterbatasan sumber daya manusia (SDM) secara kurangnya sumber daya untuk
mengembangkan
SDM
•
kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi
Di
samping dua permasalahan utama di atas, UKM juga menghadapi permasalahan
linkage dengan perusahaan serta ekspor. Permasalahan yang terkait dengan
linkage antar perusahaan di antaranya sebagai berikut :
•
Industri pendukung yang lemah.
•
UKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem duster dalam bisnis belum banyak.
Sedangkan
permasalahan yang terkait dengan ekspor di antaranya sebagai
berikut:
•
kurangnya informasi mengenai pasar ekspor yang dapat dimanfaatkan.
•
Kurangnya lembaga yang dapat membantu mengembangkan ekspor.
•
Sulitnya mendapatkan sumber dana untuk ekspor.
• Pengurusan dokumen yang
diperlukan untuk ekspor yang birokratis.
Ciri-ciri,
kelemahan dan kekuatan UKM
Usaha Kecil
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Pengertian Usaha Kecil yaitu:
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Kriteria Usaha Kecil menurut Undang-Undang Republik Indonesua adalah
sebagai berikut :
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
2.Ciri-Ciri Usaha Kecil
Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah:
a. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang
tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus
pengelola dalam UKM.
b. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik
modal.
c. Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang
memiliki orientasi luar negeri,berupa ekspor kenegara-negara mitra perdagangan.
d. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan
sarana prasarana yang kecil.
3.Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil
Menurut Muhammad Taufiq, UKM memiliki ciri-ciri skala usaha kecil, padat
karya, berbasis sumberdaya lokal dan sumberdaya alam, pelaku banyak, dan
menyebar, sehingga dari ciri-ciri tersebut dapat diuraikan beberapa kekuatan
dan kelemahan UKM sebagai berikut:
a) Skala usaha kecil
Salah satu karakter penting dari UKM adalah skala
usahanya yang relatif kecil. Meskipun batas atas kategori usaha kecil adalah
dengan omset maksimal 1 miliar, namun dalam kenyataannya sebagian besar usaha
kecil justru memiliki omset dibawah 500 juta. Mengacu pada argumentasi bahwa
salah satu sumber keunggulan adalah melalui economies of scale, maka akan sulit
bagi usaha berskala kecil secara individual untuk bersaing dengan usaha
berskala besar dalam suatu aktivitas bisnis yang sama.
b) Padat karya
Produk usaha berskala kecil pada umumnya sangat
padat karya. Kegiatan produksi yang melibatkan banyak tenaga kerja sebagai
konsekuensi dari aktivitas yang menghasilkan produk yang berciri hand made.
Produk UKM yang bersandar pada keahlian dan keterampilan tangan ini membawa
konsekuensi pada kurangnya aspek presisi dan kesulitan untuk distandarisasi.
Disamping memiliki kelemahan, aktivitas bisnis yang mengandalkan keterampilan
individu tentu juga memiliki keunikan, sehingga mendapat pasar yang tersendiri.
Keunikan produk UKM dapat dikembangkan sebagai sumber keungulan menghadapi
produk-produk yang berbasis pabrikasi (produk cetak).
c) Berbasis sumber daya lokal dan sumberdaya alam.
Salah satu ciri dari orientasi berusaha di kalangan
UKM pada umumnya adalah lebih kepada upaya melakukan aktivitas apa yang bisa
dilakukan dengan sumberdaya yang ada, ketimbang memproduksi sesuatu yang
diminta oleh pasar. Dengan kata lain aktivitas usaha UKM lebih kepada
production oriented, memproduksi sebaik mungkin apa yang bisa dilakukan dengan
bertumpu pada ketersediaan sumberdaya yang ada. Karakter aktivitas bisnis UKM
seperti ini menghasilkan produk-produk unggulan yang komparatif pada
masing-masing wilayah. Kebersinambungan usaha yang berbasis sumberdaya alam
tentu sangat rentan, manakala UKM terlibat dalam aktivitas produksi yang
mengeksploitasi sumberdaya alam yang tidak terbaharui.
d) Pelaku banyak
Karena hampir tidak ada barrier to entry pada
aktivitas bisnis UKM, baik dari aspek teknologi, investasi, manajemen,
perlindungan hak intelektual, maka sangat mudah bagi masyarakat untuk masuk ke
dalam industri yang digeluti oleh UKM. Sebagai konsekuensinya relatif sangat
banyak pelaku bisnis UKM dalam sektor dan kegiatan bisnis tertentu. Di satu
sisi struktur usaha seperti ini sangat baik untuk mendorong kompetisi, tetapi
di lain pihak UKM sering dihadapkan pada kondisi dimana banyak UKM sebagai
produsen menghadapi kekuatan monopsonis.
e) Menyebar Aktivitas bisnis UKM dapat dijumpai hampir diseluruh pelosok
tanah air serta diberba
Posisi Industri
Kecil di Indonesia
Usaha skala kecil
di Indonesia adalah merupakan subyek diskusi dan menjadi perhatian pemerintah
karena perusahaan kecil tersebut menyebar dimana-mana, dan dapat memberi
kesempatan kerja yang potensial. Para ahli ekonomi sudah lama menyadari bahwa
sektor industri kecil sebagai salah satu karakteristik keberhasilan dan
pertumbuhan ekonomi. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai
jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan kerja agi
urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam
perekonomian secara keseluruhan.
Tabel 2.1 Jumlah
Unit Industri Menengah/Besar dan Industri Kecil, 1991-1997 Tahun
|
Industri Skala
Menengah/Besar
|
Industri Skala
Kecil
|
Jumlah
|
Persen
(%)
|
||
1991
|
16,494
|
0.66
|
2,473,765
|
99.34
|
2,490,256
|
100
|
1992
|
17,648
|
0.71
|
2,474,235
|
99.29
|
2,491,883
|
100
|
1993
|
18,219
|
0.73
|
2,478,549
|
99.27
|
2,496,768
|
100
|
1994
|
19,017
|
0.74
|
2,503,529
|
99.26
|
2,522,305
|
100
|
1995
|
21,551
|
0.80
|
2,641,339
|
99.20
|
2,662,662
|
100
|
1996
|
22,997
|
0.87
|
2,679,130
|
99.13
|
2,702,595
|
100
|
1997
|
23,386
|
0.71
|
3,543,397
|
99.30
|
3,566,783
|
100
|
Beberapa
hal yang ditengarai menjadi faktor penyebab permasalahan-permasalahan di atas
adalah: pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan UKM,
termasuk masalah perpajakan yang belum memadai; masih terjadinya mismatch
antara fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan kebutuhan UKM; serta
kurangnya linkage antar UKM sendiri atau antara UKM dengan industri yang lebih
besar (Urata, 2000). Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius serta
terkait erat dengan kebijakan pemerintah yang dibuat untuk mengembangkan
UKM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar